Pepatah berkata, "age doesn't define maturity"
Seringkali kita mendengar bahwa semakin bertambahnya umur seseorang, maka semakin dewasa orang tersebut, tentunya dengan label pengalaman.
Namun, bagaimana dengan ungkapan,
"Tua itu pasti, dewasa itu pilihan"?
Kalau ditilik dari pengertiannya, menurut KBBI, dewasa adalah mencapai usia akil baligh, yaitu bukan anak-anak maupun remaja. Menurut agama, dewasa adalah jika seorang perempuan sudah mengalami menstruasi, sedangkan pria sudah mengalami mimpi basah. Dapat ditarik kesimpulan, bahwa dewasa adalah seseorang yang sudah mencapai usia biologis yang matang. Dalam konteks ini, tentu orang yang termasuk dalam kategori tersebut adalah orang yang sudah mengalami usia rata-rata diatas 21 tahun.
Jika orang tua sudah hampir pasti dikatakan dewasa, bagaimana halnya dengan segelintir kasus orangtua menelantarkan anaknya, kumpulan orang bermain judi, bahkan pejabat yang haus akan uang rakyat? Apakah pemikiran yang sarat akan keegoisan diatas dapat dikatakan dewasa?
Pada kenyataannya, banyak orang tua yang sudah memasuki usia "matang" tetapi belum dewasa. Antara belum atau ketidak–inginan menjadi dewasa. Bukan berarti ketidakinginan diartikan untuk selalu menjadi anak kecil. Namun masih nyaman berada di comfort zone yang mereka buat sendiri, atau yang saya sebut dengan ruang keegoisan. Tentu wajar bahwa setiap manusia memiliki ruang egois masing-masing, tetapi balik lagi ke pilihan kita sendiri, apakah ruang tersebut akan selalu dijadikan tempat bersandar dalam segala situasi, atau hanya tempat yang dikunjungi sesekali?
Ada juga ungkapan yang bilang, dewasa itu adalah masa "krisis identitas", dimana seseorang melakukan pencarian jati diri dan menghasilkan sebuah keputusan; berimplikasi tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga orang lain.
Kadang saya bertanya, apa perlu membuat keputusan? Kalau seolah-olah hidup saya sudah diatur sama orang tua. Gimana caranya meyakinkan orangtua bahwa pemikirannya tidak selalu benar? Lagi-lagi saya kalah dalam argumen pengalaman.(Terlebih ayah saya adalah seorang akademisi bergelar profesor dan ibu saya adalah orang yang bekerja di bank)
Balik lagi ke diskusi sebelumnya, jadi dewasa itu apa? Apa bisa dihubungkan dengan usia seseorang? Menurut saya, tidak.
Percuma kalau semua pengalaman yang diceritakan hanya untuk minta dimaklumi dan dikasihani sama orang lain. Saya tidak akan pernah di posisi anda, and vice versa. Setiap orang punya cerita hidupnya masing-masing, setiap tingkatan kehidupannya punya cerita hebat didalamnya yang membuat bisa jadi seperti sekarang.
Kalau kata John Lennon, "life is what happens to you while you're busy making other plans". Sementara kita sibuk mengomel tentang buruknya kehidupan kita, kesuksesan orang lain, mau sampai kapan? Rencana Tuhan itu hebat. Saya bukan orang agamis, tapi saya bersyukur selalu diberi kebahagiaan oleh Tuhan dibalik kekecewaan yang saya dapatkan. Waktu kita terlalu pendek untuk selalu memikirkan kehidupan orang lain.
Kesimpulannya, jangan pernah mengeluh tentang pahit-asam-garam kehidupan, dan persoalan yang memaksa kita pada dua pilihan; balik ke comfort zone atau buat keputusan. Percaya ada peran semesta yang mendukung kita untuk; be the best version of you :)
Seringkali kita mendengar bahwa semakin bertambahnya umur seseorang, maka semakin dewasa orang tersebut, tentunya dengan label pengalaman.
Namun, bagaimana dengan ungkapan,
"Tua itu pasti, dewasa itu pilihan"?
Kalau ditilik dari pengertiannya, menurut KBBI, dewasa adalah mencapai usia akil baligh, yaitu bukan anak-anak maupun remaja. Menurut agama, dewasa adalah jika seorang perempuan sudah mengalami menstruasi, sedangkan pria sudah mengalami mimpi basah. Dapat ditarik kesimpulan, bahwa dewasa adalah seseorang yang sudah mencapai usia biologis yang matang. Dalam konteks ini, tentu orang yang termasuk dalam kategori tersebut adalah orang yang sudah mengalami usia rata-rata diatas 21 tahun.
Jika orang tua sudah hampir pasti dikatakan dewasa, bagaimana halnya dengan segelintir kasus orangtua menelantarkan anaknya, kumpulan orang bermain judi, bahkan pejabat yang haus akan uang rakyat? Apakah pemikiran yang sarat akan keegoisan diatas dapat dikatakan dewasa?
Pada kenyataannya, banyak orang tua yang sudah memasuki usia "matang" tetapi belum dewasa. Antara belum atau ketidak–inginan menjadi dewasa. Bukan berarti ketidakinginan diartikan untuk selalu menjadi anak kecil. Namun masih nyaman berada di comfort zone yang mereka buat sendiri, atau yang saya sebut dengan ruang keegoisan. Tentu wajar bahwa setiap manusia memiliki ruang egois masing-masing, tetapi balik lagi ke pilihan kita sendiri, apakah ruang tersebut akan selalu dijadikan tempat bersandar dalam segala situasi, atau hanya tempat yang dikunjungi sesekali?
Ada juga ungkapan yang bilang, dewasa itu adalah masa "krisis identitas", dimana seseorang melakukan pencarian jati diri dan menghasilkan sebuah keputusan; berimplikasi tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga orang lain.
Kadang saya bertanya, apa perlu membuat keputusan? Kalau seolah-olah hidup saya sudah diatur sama orang tua. Gimana caranya meyakinkan orangtua bahwa pemikirannya tidak selalu benar? Lagi-lagi saya kalah dalam argumen pengalaman.
Balik lagi ke diskusi sebelumnya, jadi dewasa itu apa? Apa bisa dihubungkan dengan usia seseorang? Menurut saya, tidak.
Percuma kalau semua pengalaman yang diceritakan hanya untuk minta dimaklumi dan dikasihani sama orang lain. Saya tidak akan pernah di posisi anda, and vice versa. Setiap orang punya cerita hidupnya masing-masing, setiap tingkatan kehidupannya punya cerita hebat didalamnya yang membuat bisa jadi seperti sekarang.
Kalau kata John Lennon, "life is what happens to you while you're busy making other plans". Sementara kita sibuk mengomel tentang buruknya kehidupan kita, kesuksesan orang lain, mau sampai kapan? Rencana Tuhan itu hebat. Saya bukan orang agamis, tapi saya bersyukur selalu diberi kebahagiaan oleh Tuhan dibalik kekecewaan yang saya dapatkan. Waktu kita terlalu pendek untuk selalu memikirkan kehidupan orang lain.
Kesimpulannya, jangan pernah mengeluh tentang pahit-asam-garam kehidupan, dan persoalan yang memaksa kita pada dua pilihan; balik ke comfort zone atau buat keputusan. Percaya ada peran semesta yang mendukung kita untuk; be the best version of you :)
Comments
Post a Comment